Setiap kali kita mendengar presentasi sebuah produk MLM, atau mengikuti training kewirausahaan, kita pasti akan mendengar bumbu-bumbu motivasi yang dasyhat yang terkadang belum pernah terpikirkan sebelumnya, misalnya; penghasilan ratusan juta sebulan, kekayaan melimpah, bahkan lebih dari itu! Wah .. wah .. jujur saja, harta segitu-segitu itu untuk saya pribadi masih jauh tak terukur. Membayangkan pun jarang-jarang. Bayangkan kalau pendapatan Anda 100 juta lebih perbulan, kira-kira apakah Anda aman berjalan sendirian? makan warung di pinggir jalan? atau sekedar baca-baca di Gramedia? Nah tadinya saya pikir harta segitu cuma buat mereka yang 24-jamnya buat urusan dunia, atau setidaknya membangun kerajaan bisnisnya dari usia muda hingga mau meninggal baru bisa menuai hasilnya. Atau setidaknya saya pernah berpikir bahwa harta sebesar itu tidak akan mungkin mampir pada seorang aktifis dakwah atau ustadz yang sebagian waktunya untuk mengurusi umat. Tapi ternyata kemudian saya berubah pikiran. Masih ada harapan untuk menjadi kaya, dan ternyata kaya itu biasa.Setidaknya setelah saya membaca kisah Abdurrahman bin Auf; sahabat mulia yang dijanjikan surga, sekaligus pedagang kaya raya yang membangun kerajaan bisnisnya, kurang dari sepuluh tahun paska hijrah. Sosok Abdurrahman bin auf memang menjadi ikon tersendiri tentang kekayaan jaman sahabat. Dan kekayaan beliau bukan isapan jempol belaka. Pernah suatu ketika iring-iringan barang dagangnya yang mencapai 700 unta, sampai menggegerkan warga Madinah karena suara ribut yang dihasilkannya. Tapi sesungguhnya bukan itu saja, masih banyak lagi aset beliau yang sangat banyak, bahkan konglomerat jaman ini pun tak bisa menyainginya. Jangan Cuma percaya aja kalau beliau sahabat yang kaya raya, tapi mari kita lihat coba menganalisa perkiraan total kekayaan beliau, dari beberapa riwayat tentang sejarah hidupnya dalam Kitab Asadul Ghoba. Semua untuk menambah keyakinan, bahwa sejarah orang Islam juga diwarnai sejarah orang-orang kaya! Cara Pertama: Menghitung Infak beliau ketika masih Hidup dan peninggalannya INFAK BELIAU SELAMA HIDUP (yang terdokumentasikan) 1) Sedekah pertama 4.000 dinar (Rp 4,250,000,000) 2) Sedekah kedua 40.000 dinar (Rp 42,500,000,000) 3) Sedekah ketiga 40.000 dinar (Rp 42,500,000,000) 4) Sedekah berupa Unta fisabilillah sebanyak 1.000 ekor (Rp 10,000,000,000)5) Tanah untuk istr i2 Rasulullah 40.000 dinar (42,500,000,000) Sehingga total perkiraan Infak Beliau saat masih Hidup Rp 141,750,000,000 HARTA BELIAU SAAT MENINGGAL 1) berwasiat untuk fii sabilillah 50.000 dinar (Rp 53,125,000,000) 2) berwasiat untuk para veteran Badr 40.000 dinar (Rp 42,500,000,000) 3) berwasiat unta fii sabilillah 1.000 ekor (Rp 10,000,000,000) 4) Hewan Ternak - unta 1.000 ekor ( Rp 10,000,000,000) 5) Kuda 100 ekor (Rp 1,000,000,000) 6) Kambing 1.300 ekor (1,300,000,000) 7) Ganti Hak waris untuk 4 istrinya 320.000 dinar (Rp 340,000,000,000) Perkiraan Harta Tinggalan Beliau Rp 457,925,000,000 TOTAL PERKIRAAN ASET MINIMAL Rp 599,675,000,000 (Rp 600 Milyar ) Cara Kedua: Menghitung Ganti Waris untuk keempat Istrinya Diriwayatkan bahwa keempat istri Abdurrahman bin Auf mendapatkan ganti hak waris sebesar 80.000 dinar (Rp 85 milyar) peristri, sehingga total ganti waris untuk keempat istrinya adalah Rp 340 Milyar. Nah, sesuai dengan hukum waris (melalui pendekatan perkiraan) bahwa jatah waris istri-istri adalah seperdelapan dari total warisan. Itu berarti angka Rp 340 M baru seperdelapan kekayaan total beliau. Sehingga asumsi minimalnya, kekayaan warisan beliau totalnya adalah Rp 340 M x 8 = Rp 2,72 Trilyun. Nah! Baru tahu kan seberapa besar kekayaan Abdurrahman bin Auf? Tapi sekali lagi, tampilan di atas itu baru perkiraan MINIMAL, ada beberapa aset yang tidak bisa kami analisa karena tidak jelas berapa nilainya. Seperti: Diriwayatkan bahwa ketika beliau meninggal, masih ada peninggalan beliau yang berupa LOGAM EMAS YANG SANGAT BESAR! Bahkan mereka yang mencoba memotongnya dengan kapak pun tangannya menjadi pegal bengkak-bengkak! Bayangin aja sobat, segedhe apa tuh emas warisan Abdurrahman bin Auf. Jadi kalau kita perkirakan sesuai analisa di atas, bahwa harta beliau berkisar antara Rp 600 Milyar sampai Rp 2,7 trilyun, itu belum termasuk bongkahan emasnya! Bayangin pula, mana ada di dunia ini yang ketika meninggal bagi-bagi harta sampai sebesar itu?Bahkan empat istri tercintanyapun langsung dapat ganti waris secara cash masing-masing 85 milyar! Bukan itu saja, yang lebih membuat kita kagum bahwa beliau itu jelas tercatat mendapat jatah SURGA AWARD, yaitu nama beliau termasuk dalam sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW!Subhanallah, persis jargon anak muda zaman ini; tua kaya raya dan mati masuk surga! Nah berani kaya?harus berani mencontoh Abdurrahman bin Auf; luar dalam ..
Kamis, 13 Desember 2012
Rabu, 12 Desember 2012
Raihlah Kemuliaan dengan Ilmu
Raihlah Kemuliaan dengan Ilmu
|
Allah SWT berfirman (yang artinya): "Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11) Ada dua golongan orang yang akan
Allah muliakan derajatnya beberapa tingkat. Pertama adalah orang
beriman dan kedua adalah orang berilmu. Sebenarnya ayat ini
saja sudah cukup untuk kita jadikan dalil dan alasan mengapa kita menuntut
ilmu, disamping juga masih ada ayat-ayat lain maupun hadits-hadits Nabi yang
menguatkannya. Allah akan mengangkat
derajat orang beriman dan berilmu, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Karena dalam ayat tersebut Allah
tidak menjelaskan secara spesifik tentang dimana Dia akan mengangkat derajat
mereka. Di duniakah? Atau di akhirat? Sehingga bisa kita
mafhumi bahwa derajat dan posisi mereka akan ditinggikan di dunia dan
akhirat.Bagaimana ilmu bisa menjadi sarana untuk meningkatkan derajat kita? Ilmu itu, jika bermanfaat, akan
membimbing dan mengantarkan pemiliknya menuju tangga ma'rifatullah. Sebuah tujuan induk dari segala
orientasi ilmu pengetahuan. Dengan begitu ia akan
mengenal Tuhannya lebih dekat, mengetahui apa-apa yang menjadi kesenangan-Nya
dan apa-apa yang dibenci-Nya. Ia akan semakin
bersemangat untuk terus dekat dan mendekat kepada-Nya, dengan praktek-praktek
ibadahnya. Dari sinilah kemudian
muncul iman, taqwa, khouf (takut pada ancaman Allah) dan roja '(mengharap
keridhoan Allah). Dan itu semua berawal
dari ilmu. Inilah titik akhir dari
semua tujuan dipelajarinya ilmu pengetahuan. Mengantarkan manusia
untuk mengenal Rabb-nya.Dengan begitu maka Allah akan memuliakannya. Dan jika ilmu yang diraih tidak bisa
mengirimkannya menuju ma'rifatullah, maka ilmu itu sia-sia, tanpa guna, muspro,
dan bahkan berbahaya. Simaklah ungkapan
seorang ulama 'berikut ini: "Barangsiapa yang bertambah ilmu
pengetahuannya namun tidak bertambah ketakwaannya, maka ia tidak bertambah
dekat dengan Allah, bahkan malah bertambah jauh. " Dari sinilah kemudian
kita bisa menyibak sebuah tabir hikmah dibalik makna firman Allah: "Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (QS. Fathir: 28) Ayat tersebut memakai pola
spesialisasi, yaitu dengan kata "innamaa". Sehingga mengisyaratkan
makna yang kuat bahwasanya hanya orang-orang berilmu saja yang takut kepada
Allah. Namun kembali lagi ke
atas, bahwa orang berilmu disini adalah orang yang ilmunya membuatnya semakin
mengenal Allah Ta'ala. Kita semua tentu pernah
mendengar nama Imam Malik, seorang ulama 'besar abad kedua Hijriyah. Salah satu madzhab fiqih besar dan
diakui oleh para ulama ', madzhab Maliki, dinisbahkan penamaannya ke nama
beliau. Imam Malik lah yang
menulis kitab hadits dengan tematikal fiqih. Kemudian kitab tersebut
diminta oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur untuk dijadikan sebagai kitab resmi
fiqih di seluruh wilayah Islam hari itu, meskipun pada akhirnya hal itu tidak
disetujui oleh Sang Imam. Imam Malik ini adalah
salah satu bukti nyata dimana Allah Ta'ala mengangkat derajat para ahli ilmu
atas hamba-hamba-Nya yang lain. Ia diposisikan sebagai
imam besar di kota mulia, Madinah Munawaroh. Saking luasnya
pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki, muncul sebuah ungkapan yang terkenal
untuk Imam Malik. "Tidak bisa ada
yang berfatwa selama Malik ada di Madinah." Itu suara ungkapannya. Dan ini menunjukkan betapa besarnya
kapasitas keilmuan seorang Imam Malik. Banyak orang mencari
kemuliaan, namun tak sedikit dari mereka yang justru memperoleh kehinaan. Itu karena jalan yang mereka tempuh
salah. Mereka mencari
kemuliaan dengan mencari jabatan. Atau mencari kemuliaan
dengan tidak mau mencari ilmu yang dengannya ia bisa mengenal Tuhannya. Padahal, dalam ilmu lah Allah
menempatkan sumber kemuliaan itu. Sehingga ketika anggota
ilmu itu memperoleh jabatan dalam hidupnya maka ia akan semakin mulia. Jika tidak, maka sudah sangat
cukuplah derajat tinggi yang ditampilkan oleh Allah Ta'ala.
Langganan:
Postingan (Atom)